Jumat, 28 November 2014

GOLKAR Dalam Masa Transisi 1998-1999


Teori elit dari Parreto adalah paradigma yang sesuai jika melihat bagaimana posisi Golkar dalam transisi Pemerintahan Orde Baru menuju era Reformasi yang berdimensi demokratis. Dalam teori elit yang dikemukakan Parreto bahwa Elit sebisa mungkin mengupayakan agar kekuasaannya tetap langgeng. Tuntutan mundur Presiden Soeharto menggema di mana-mana. Hal ini kemudian berimbas pada Golkar. Karena Soeharto adalah penasehat partai, maka Golkar juga dituntut untuk dibubarkan. Saat itu Golkar dicerca di mana-mana (partaigolkar.or.id diakses 03/10/2014). Setelah Rezim Soeharto tumbang pada 21 Mei 1998, Golkar sebagai organisasi yang berkuasa pada masa Orde Baru dalam masa Transisi ke reformasi mendapat berbagai tekanan dari masyarakat luas yang memandang Partai Golkar sebagai Icon penopang kejayaan rezim Orde Baru (Pratiwi, 2012: 3) yang artinya mendukung Golkar sama saja dengan melanggengkan rezim Orba yang hadir selama 32 tahun. Dalam masa Transisi ini, Reformasi yang sebelumnya hanya berada pada tataran ide kini coba di implementasikan dalam ranah pemerintahan baru. Semangat reformasi ini membuat Golkar harus merubah paradigmanya untuk menatap masa depannya dalam ranah birokrasi dan politik indonesia.
Krisis ekonomi dan merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Golkar mempercepat pembaruan politik nasional. Dalam kondisi yang demikian, tidak ada pilihan bagi Golkar kecuali mempercepat pembaruan internal (Jatmiko, 2010: 54). Ditambah dengan BJ Habibie presiden RI  sebagai pengganti Soeharto melakukan berbagai perubahan di bidang politik diantaranya  mengeluarkan:
1.      UU Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
2.      UU Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
3.      UU Nomor 4 tahun 1999 tentang MPR dan DPR (Sarimaya, 2009: 230)
Sebagai organisasi yang memiliki ikatan kuat dengan ABRI dan Birokrasi maka Golkar perlu untuk melakukan berbagai perubahan agar paradigma ini dapat dirubah kepada masyarakat dan dengan di sahkannya UU tersebut maka Golkar yang pada dasarnya bukan merupakan partai politik akan mulai mentransformasikan dirinya menjadi partai politik agar sesuai dengan konstitusi sehingga bisa mengikuti pemilihan umum.
Untuk menghadapi transisi pemerintahan maka Golkar melakukan perubahan internal dan salah satunya yaitu mengganti Harmoko yang menjadi ketua umum Golkar. Didalam Golkar sendiri terjadi polarisasi dimana terdapat golongan yang mendukung terhadap Soeharto dan yang mendukung Reformasi. Munaslub dan terpilihnya Akbar Tanjung yang mendukung reformasi dan menjadi ketua umum Golkar dan Golkar mendeklarasikan diri menjadi Partai Golkar 7 Maret 1998.
Sebagai Ketua Umum Golkar yang baru maka Akbar Tanjung menyampaikan beberapa Paradigma baru untuk partai Golkar. Menurut Akbar Tandjung,:
”Munaslub 1998 adalah momentum penting dalam perjalanan Golkar. Golkar dengan sadar melakukan awal reformasi dirinya, untuk kembali ke jati diri, visi, dan misi perjuangannya seperti yang yang dipatrikan pada saat kelahiranya. Munaslub telah mengembalikan Golkar yang selama Orde Baru telah terperosok hanya sekadar menjadi mesin politik penguasa, menjadi alat pengumpul suara dalam pemilu, dan sekadar alat legitimasi penguasa yang otoriter”(Jatmiko, 2010: 60)
Paradigma yang dibangun partai Golkar pasca Munaslub 1998 adalah paradigma yang ingin Partai Golkar untuk mendapatkan kembali kepercayaan rakyat bahwa golkar Pasca Reformasi merupakan Golkar yang memiliki identitas berbeda yang pada masa Orba hanya dijadikan mesin politik. Paradigma ABRI dan Birokrasi yang menjadi dasar Partai Golkar mulai ingin dirubah.  
            Banyak yang beranggapan bahwa Partai Golkar akan mengalami kemerosotan dalam pemilu yang diselenggarakan pasca reformasi bergulir karena kekuatan ABRI mulai di tanggalkan. tetapi Golkar tetaplah sebuah kekuatan politik yang stabil walaupun pada Pemilu 1999 kalah dari partai PDIP. Kemapanan infrastruktur dan suprastruktur partai ini menjadikan Golkar terlihat solid melewati transisi rezim pada 1998. perolehan persentase suara Golkar cenderung stabil berada dalam dua digit. Pada pemilihan umum 1999, Partai Golkar memperoleh suara sebesar 22,44% dengan konversi perolehan kursi sebanyak 120 kursi di parlemen, sebagai partai pemenang kedua setelah PDIP. Sementara pada pemilu 2004, perolehan suara Golkar adalah sebesar 23,27% naik tipis beberapa persen namun dalam skema hasil kompetisi pemilu 2004 antar partai, Golkar adalah partai dengan perolehan suara tertinggi. Sementara pada pemilu 2009.Golkar mengalami penurunan perolehan suara hanya sebesar 14,45% suara—dengan konversi perolehan kursi menjadi 107 kursi dan menjadi partai pemenang kedua setalah Partai Demokrat dengan perolehan suara 20,85% (www.poltracking.com, diakses 03/10/2014)

DAFTAR PUSTAKA
Jatmiko, Bryan Andry. (2008) Dinamika Partai Golkar 1998-2004. (Skripsi) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Pratiwi, Yunda. (2012). Analisis Perolehan Suara Partai Golkar Pada Pemilu 1999 di Indonesia Jurnal Dinamika Politik, 1 (2), hlm. 1-6 di akses: eprints.uns.ac.id/7550/1/172431512201011361.pdf
Sarimaya, Farida. (2009). Sejarah Birokrasi dan Kepartaian Di Indonesia. Bandung: Rizqi Press
Tanpa Nama. (2013). Sejarah Partai Golongan Karya. [Online]. Diakses dari http://partaigolkar.or.id/golkar/sejarah-partai-golongan-karya/.

Tanpa Nama. (2014). Partai Golongan Karya (Partai Golkar). [Online]. Diakses dari http://www.poltracking.com/partai-golongan-karya-partai-golkar

Sabtu, 07 Januari 2012

"Memahami Cinta"


CINTA? Apa itu CINTA? Semua manusia dengan mudahnya mengatakan aku CINTA padamu, aku menCINTAimu. Tapi apakah semua yang dikatakan memang benar adanya? Apakah itu CINTA atau “NAFSU” yang digunakan? Dalam rangkaian kata ini saya akan bercerita tentang apa itu cinta
CINTA sesuatu yang sangat mudah dikatakan di kehidupan ini, dengan gampangnya manusia mengatakannya, sebenarnya apa yang dikatakan oleh kebanyakan orang CINTA itu adalah “NAFSU”. Sebenarnya CINTA tidak dapat diungkapkan karena CINTA itu abstrak. Sebuah pertanyaan yang mendasari bahwa cinta itu abstrak yaitu:
1.                  Apa kalian tahu CINTA?
2.                  Apa kalian bisa menggambarkan cinta?
            Ketika seseorang mengatakan bahwa saya mencintaimu sebenarnya itu hanya nafsu atau hasrat yang berada disana. Cinta bukanlah sebuah pengungkapan kata dari ucapan tetapi apa yang dinamakan cinta adalah ketika kita mau berkorban untuk yang kita cinta. Disaat dia membutuhkan kita selalu ada disana Sempatkah Kalian Berpikir Demikian?
            Pertanyaan itu selalu membuat saya tertawa kecil ketika mengetahuinya. Sebenarnya ada 4 tingkatan cinta yang harus manusia tahu saya akan menjelaskannya secara singkat dan semoga bermanfaat bagi pembaca:
1.                  CINTA kepada DIRI SENDIRI:
             Sempatkah kalian berpikir ketika kalian menjalin hubungan seperti : pacaran atau menikah sebenarnya kalian dalam taraf mencintai diri sendiri? Kalian mencintai DIA karena kalian membutuhkan dia untuk melengkapi diri kalian, bisa diibaratkan melengkapi setengah cinta kalian. Sebenarnya kalian yang mengatakan mencintai DIA sebenarnya hanya mencintai diri kalian sendiri.tingkatan ini merupakan tingkatan awal dan nafsu yang lebih mendominasi
2.                  CINTA kepada SESAMA MANUSIA:
            Ketika ada seorang nenek atau kakek yang baru masuk kedalam bus dan ketika itu suasana dalam bus tersebut sangatlah penuh sesak, kalian sedang dalam posisi duduk yang nyaman dalam bus tersebut. Karena kalian kasihan melihat nenek atau kakek tersebut kalian mempersilahkan kakek atau nenek tersebut untuk duduk ditempat yang tadi kalian duduki.
            Salah satu contoh tersebut sudah merupakan bukti nyata kalian sudah bisa cinta kepada sesama manusia. Sebenarnya ada banyak yang bisa menjadi teladan dalam cinta kepada sesama manusia tetapi sepertinya itu sudah merupakan gambaran yang baik.
3.                  CINTA kepada ALAM
            Saya pun belum mencapai cinta tingkat seperti ini. Tetapi saya akan membagi sedikit dengan pembaca.cinta kepada alam. Ada seseorang teman saya ketika berjalan di halaman rumput dia meminta maaf kepada rumput dan berbicara kepada rumput tersebut. Awalnya saya merasa dia sedikit gila ketika berbicara dengan rumput. Tetapi dari sana saya berfikir bahwa semua yang diciptakan oleh tuhan merupakan hal yang perlu dicintai dan dihargai oleh manusia.
            Teman saya yang dikira sedikit gila ternyata dia merupakan salah satu yang saya tahu sebagai cinta kepada alam. Dimana orang yang sudah mencapai tingkatan ini menggangap bahwa alam pun dapat berbicara dengan bahasanya sendiri.
4.                  CINTA kepada TUHAN
            Ini merupakan tingkatan yang terakhir yang saya pun sangat sulit mencapainya. Dimana cinta ini bukan takut akan kekuasaanya yang bisa memasukan kita ke dalam surga dan neraka. bukan juga karena kita takut akan di siksa baik di dunia maupun di akhirat. Di sengsarakan dalam kehidupan. Tetapi cinta yang sesungguhnya karena tuhan.

            Sekarang kita hanya bisa berpikir bagaimana kita bisa mencapai tingkat selanjutnya tanpa harus melepaskan tingkat yang pertama. 
SELAMAT BERPIKIR....

Sejarah dan Perkembangan Ilmu Geografi


Pada mulanya disiplin geografi tidak tersusun secara sistematis seperti sekarang. Pada zaman Homeros dan Hesiodos abad ke - 9 sampai ke - 8  masih dipengaruhi oleh mitologi terutama mitos kosmogonis (keterangan tentang asal-usul serta kejadian terutama dalam alam semesta) (Bertens, 1999: 19).
Pada zaman Thales (640-548 SM) masih beranggapan bahwa bumi berbentuk silinder yang terapung di atas air dengan separuh bola hampa di atasnya. Pendapat ini hilang setelah Permindes (515-455 SM) berpendapat bahwa bumi berbentuk bulat.
            Herodotus (485-425 SM) seorang sejarawan berpendapat bahwa betapa eratnya hubungan antara perkembangan masyarakat dengan faktor-faktor geografi di wilayah yang bersangkutan (Lucile, 1960: 13). Herodotus telah membuat peta dan membagi dunia dalam tiga bagian, yaitu Eropa, Asia dan Libya (Afrika) peta tersebut menjadi acuan bagi kepentingan pelayaran, perdagangan maupun pengembangan pengetahuan khususnya bangsa yunani kuno
            Salah satu pandangan herodotus yaitu memusatkan yunani sebagai poros dunia. Hal ini tidak terlepas dari pandangan tradisional yang masih  bersifat kosmologis (Lapian, 1980: 6).
            Kemudian Heracleides (320 SM) berjasa besar dalam astronomi, ia berpendapat bahwa bumi berputar pada sumbu dari barat ke timur. Ia membagi beberapa zona iklim meskipun belum diketahui bahwa hal tersebut merupakan akibat dari letak sumbu bumi yang miring (Bintaro dan Hadisumarno, 1979: 2).
            Eratosthenes (275-192 SM) berjasa dalam menentukan ukuran besar bumi, peletak dasar geodesi, dan membuat katalogus bintang (Shadily, 1984: 947).
            Environmental determinism atau determinisme lingkungan sebenarnya berasal dari Julius caesar (100-44 SM) dalam tulisanya berjudul Gallic Wars mengemukakan faktor geografi terhadap pemerintahannya serta pengaruh lingkungan alam terhadap kemenangannya. Starbo ahli geografi dan sejarawan yunani kuno menguraikan betapa besar pengaruh lingkungan fisik manusia terhadap pengelompokan kebudayaan dan model-model pemerintah. Ia digolongkan  sebagai tokoh determinisme lingkungan (sumaatmadja, 1998: 15). Ia telah membuat peta yang dikenal dengan Peta Starbo yang merupakan penyempurnaan peta Herodotus
            Seabad setelah pengaruh starbo dalam determinisme lingkungan, Cladius Ptolomaeus (100-178 M) seorang ahli astronomi Alexandria Mesir-Yunani kuno menulis buku berjudul Geographike Unphegesis. Mengemukakan bahwa geografi adalah penyajian peta dari sebagian permukaan bumi yang menunjukan ketampakan umum yang terdapat padanya. Ia berpendapat bahwa geografi berbeda dengan Chorografi. Chorografi membahas wilayah atau region tertentu serta menyajikannya lebih mendalam. Chorografi lebih mengutamakan pada ketampakan asli suatu wilayah serta bukan ukurannya. Sedangkan geografi lebih mengutamakan kuantitatif daripada kualitatif. Pendapat ptolomeus tersebut merupakan sumber bagi definisi geografi modern (Bintaro dan Hadisumarno, 1979:3)
            Jasa Ptolomeus pada perkembangan geografi yaitu pada pembuatan dan penggunaan peta. Setelah mendapatkan alat pencetakan, peta ptolomeus dicetak sebagai atlas ptolomeus dengan sedikit perubahan (mitchell, 1960: 34)
            Pelajaran geografi tentang bola bumi dengan menggunakan pendekatan dan pengukuran yang matematis baru dilakukan oleh Phytagoras (585-507 SM) pembagian bumi berdasarkan lintang dan bujur serta pergeseran matahari yang mempengaruhi iklim berasal dari kelompok aliran matematik. (Khiam, 1980: 9)
            Pada abad pertengahan dan zaman Renaissance, geografi digunakan untuk kepentingan penyebaran agama, perdagangan serta perang yang dilakukan oleh penyebar agama. Bernhardus Veranius (1622-1650) dalam bukunya Geographia Generalis di amsterdam tahun 1650 (Broek, 1969: 13) ia berasumsi bahwa terdapat dualisme dalam geografi. Pertama,. Geografi mempelajari fenomena yang bersifat alamiah seperti pada litosfer, hidrosfer dan atmosfer serta mempelajari hubungan matahari dan bumi. Kedua geografi mempelajari sosial kebudayaan
            Tokoh abad pertengahan lain seperti Nicolaus Copernicus (1474-1543) bersama Galileo Galilei mengembangkan teori heliosentris (tata surya berpusat pada matahari) dalam astronomi modern mengabadikan nama Copernicus sebagai salah satu kawah besar di permukaan bulan (shadily, 1984: 707)
            Alexander Von Humboldt (1976-1859) dan Karl Ritter (1779-1859) dianggap sebagai peletak dasar geografi modern (sumaatmadja, 1988: 18), kedua tokoh berjasa dalam meletakan dasar ilmu pengetahuan empiris (empirical sciences). Ritter mengemukakan bahwa geography to study the earth as the dwelling place man, dan inilah yang membuat Karl Ritter sebagai peletak dasar Geografi Sosial Modern (sumaatmadja, 1988: 19).
            Selanjutnya adalah Emmanuel Kant (1724-1804) mendapat julukan “Bapak Geografi Politik”, disamping sebagai peletak dasar Geografi Modern.
            Kemudian Frederich Retzel (1844-1904) menerbitkan buku Pitsce Geographie (1897) gagasan kontemporer tentang determinisme lingkungan diterapkan pada kajian negara.
            Paul Vidal de la Blache menulis Principes de geographie humanie (1992) berusaha melepas visi determinismnya, namun manusia dianggap sebagai mahkluk yang aktif  maka dari itu ia mendapat gelar sebagai “Bapak Geografi Sosial Modern”. Dalam pernyataannya bahwa Geography is the science of place, concerned with qualities and potentialities of countries (Hartsorne, 1960: 13)
            James Fairgrive, seorang geografer Amerika Serikat mengemukakan bahwa geografi memiliki nilai edukatif, terutama untuk berpikir kritis dan bertanggung jawab terhadap kehidupan dunia.
            Prestone E. James dalam karyanya American Geography: Inventory and prospect, merupakan  tulisan yang mengetengahkan pandangan tentang eratnya hubungan geografi dengan sejarah sehingga dianalogikan sebagai ilmu dwi tunggal antara tempat dan waktu.